WOR BYAK DALAM GERAKAN KORERI (1939-1943).
Sangat
disesalkan bahwa metode kontekstual yang diprakarsai oleh Agter tidak berahan
lama. Pada tahun 1939 timbul peristiwa Koreri, yakni gerakan Ratu Adil versi
Biak yang bertujuan menegakkan suatu Negara Bahagia Koreri yang berakar pada
kebudayaan Biak. Gerakan ini bermarkas di Rani dan Insumbabi yang dipimpin oleh
seorang "Konoor" wanita bernama : Enggenditha Menufandu (Konoor : penganjur gerakan
Koreri). Gerakan koreri umumnya diilhami oleh tokoh mitologi orang Biak Numfor
bernama "Mananarmakeri". Konon tokoh ini memiliki Rahasia hidup
Abadi, tetapi karena dihina dan diejek oleh suku bangsanya sendiri maka ia marah
lalu minggat ke dunia barat dan rahasia hidup itu ia ungkapkan untuk orang
barat yang dengan sepenuh hati menerima kedatangannya. Itulah sebabnya mengapa
orang barat berkulit putih berhidung mancung hidup sehat panjang umur makmur
dan sejahtera. Tokoh ini berjanji bahwa suatu saat nanti ia akan kembali ke
Biak, dan rahasia kelestarian hidup itu ia akan akan beberkan untuk semua orang
Biak Gerakan Koreri timbul disaat orang Biak mengalami krisis ekonomi politik
dan segala bentuk ketidakpastian hidup. Tekanan-tekanan ini mendorong keinginan
untuk mewujudkan kedatangan kembali tokoh Mananarmakeri bersama negeri bahagia
Koreri yang dipimpinya. Salah satu ciri yang menonjol dari gerakan Koreri
adalah suasana dimana orang Biak dari berbagai penjuru datang berkumpul di
suatu tempat untuk menari dan menyanyi wor Biak dalam lingkungan gerakan koreri
terdapat suatu ungkapan yang berbunyi : Mgo Wor Ido Mgo Myer Pyum Kaku, Insama
Mgo Rer", artinya ‘'Kalau kamu ingin kehidupan abadi maka kamu harus
menyanyi Wor dengan gaya "myer' atau "cengkok" yang indah dan
benar, Ungkapan di atas memberi petunjuk, betapa pentingnya kedudukan wor dalam
gerakan Koreri. Oleh sebab itu tidak mengherankan dalam gerakan Koreri di Rani dan
Insumbabi sebagian besar Wor versi Sampari digunakan baik sebagai syarat mutlak
bagi penerbitan Negara Koreri maupun sebagai media pengikat dan pemersatu orang Biak Numfor
untuk ikut aktif berpartisipasi dalam gerakan ini. Selain Wor Sampari, Enggenditha
yang juga terkenal sebagai penyair Wor Biak menciptakan wor - wor Koreri untuk mensupport
gerakannya. Gubahan-gubahan Enggenditha berbau Sinkritisme karena melalui
syair-syairnya ia bermaksud membudayakan ajarannya yang mengkalim bahwa
sesungguhnya Jesus Kristus dimana diperkirakan sekitar 2000 orang Biak yang
terbunuh pada waktu itu lahir di Biak. Pulau Rani diklaim sebagai Gadara dan
Insumbabi sebagai Yudea sedangkan Betlehem adalah pulau Aiburanbondi, tempat
dimana Enggenditha pernah diasingkan karena penyakit kustanya dan mengalami
kesembuhan secara ajaib.
Gerakan
Enggenditha bertendensi menentang Zending karena banyak guru-guru Zending
ditangkap dan dipenjarakan di Rani lantaran mereka menolak menjadi pengikut
gerakan tersebut. Tindakan ini merupakan konpensasi dari kecurigaannya terhadap
pendeta Belanda yang dituduhnya merobek salah satu halaman Alkitab yang
menyatakan bahwa Jesus Kristus lahir di Biak.
Gerakan Enggendith yang sebelumnya bercorak spiritual dirobah dengan warna baru pada tahun 1942 oleh dua orang kakak beradik yakni Stefanus dan Yan Simopiaref.
Dipertengahan
tahun itu juga setelah Enggenditha dan Stefanus ditangkap Jepang dan dihukum pancung
di M'nukwari maka Yan Simopiaref memindahkan markas Koreri ke Manswam.
Gerakan
koreri versi Simopiaref bersaudara cenderung
ekstrim, dan terang-terang menentang pemerintah penduduk Jepang. Oleh sebab itu
pada tahun 1943 gerakan tersebut dipatahkan oleh tentara Jepang melalui "Tragedi
Manswam”.
No comments:
Post a Comment