Wednesday, September 28, 2022

EKSISTENSI WOR BIAK (Part. 2)

         WOR BYAK DALAM GERAKAN KORERI (1939-1943).

Sangat disesalkan bahwa metode kontekstual yang diprakarsai oleh Agter tidak berahan lama. Pada tahun 1939 timbul peristiwa Koreri, yakni gerakan Ratu Adil versi Biak yang bertujuan menegakkan suatu Negara Bahagia Koreri yang berakar pada kebudayaan Biak. Gerakan ini bermarkas di Rani dan Insumbabi yang dipimpin oleh seorang "Konoor" wanita bernama : Enggenditha Menufandu (Konoor : penganjur gerakan Koreri). Gerakan koreri umumnya diilhami oleh tokoh mitologi orang Biak Numfor bernama "Mananarmakeri". Konon tokoh ini memiliki Rahasia hidup Abadi, tetapi karena dihina dan diejek oleh suku bangsanya sendiri maka ia marah lalu minggat ke dunia barat dan rahasia hidup itu ia ungkapkan untuk orang barat yang dengan sepenuh hati menerima kedatangannya. Itulah sebabnya mengapa orang barat berkulit putih berhidung mancung hidup sehat panjang umur makmur dan sejahtera. Tokoh ini berjanji bahwa suatu saat nanti ia akan kembali ke Biak, dan rahasia kelestarian hidup itu ia akan akan beberkan untuk semua orang Biak Gerakan Koreri timbul disaat orang Biak mengalami krisis ekonomi politik dan segala bentuk ketidakpastian hidup. Tekanan-tekanan ini mendorong keinginan untuk mewujudkan kedatangan kembali tokoh Mananarmakeri bersama negeri bahagia Koreri yang dipimpinya. Salah satu ciri yang menonjol dari gerakan Koreri adalah suasana dimana orang Biak dari berbagai penjuru datang berkumpul di suatu tempat untuk menari dan menyanyi wor Biak dalam lingkungan gerakan koreri terdapat suatu ungkapan yang berbunyi : Mgo Wor Ido Mgo Myer Pyum Kaku, Insama Mgo Rer", artinya ‘'Kalau kamu ingin kehidupan abadi maka kamu harus menyanyi Wor dengan gaya "myer' atau "cengkok" yang indah dan benar, Ungkapan di atas memberi petunjuk, betapa pentingnya kedudukan wor dalam gerakan Koreri. Oleh sebab itu tidak mengherankan dalam gerakan Koreri di Rani dan Insumbabi sebagian besar Wor versi Sampari digunakan baik sebagai syarat mutlak bagi penerbitan Negara Koreri maupun sebagai media pengikat dan pemersatu orang Biak Numfor untuk ikut aktif berpartisipasi dalam gerakan ini. Selain Wor Sampari, Enggenditha yang juga terkenal sebagai penyair Wor Biak menciptakan wor - wor Koreri untuk mensupport gerakannya. Gubahan-gubahan Enggenditha berbau Sinkritisme karena melalui syair-syairnya ia bermaksud membudayakan ajarannya yang mengkalim bahwa sesungguhnya Jesus Kristus dimana diperkirakan sekitar 2000 orang Biak yang terbunuh pada waktu itu lahir di Biak. Pulau Rani diklaim sebagai Gadara dan Insumbabi sebagai Yudea sedangkan Betlehem adalah pulau Aiburanbondi, tempat dimana Enggenditha pernah diasingkan karena penyakit kustanya dan mengalami kesembuhan secara ajaib.

Gerakan Enggenditha bertendensi menentang Zending karena banyak guru-guru Zending ditangkap dan dipenjarakan di Rani lantaran mereka menolak menjadi pengikut gerakan tersebut. Tindakan ini merupakan konpensasi dari kecurigaannya terhadap pendeta Belanda yang dituduhnya merobek salah satu halaman Alkitab yang menyatakan bahwa Jesus Kristus lahir di Biak.

Gerakan Enggendith yang sebelumnya bercorak spiritual dirobah dengan warna baru pada tahun 1942 oleh dua orang kakak beradik yakni Stefanus dan Yan Simopiaref.

Dipertengahan tahun itu juga setelah Enggenditha dan Stefanus ditangkap Jepang dan dihukum pancung di M'nukwari maka Yan Simopiaref memindahkan markas Koreri ke Manswam.

Gerakan koreri versi Simopiaref bersaudara cenderung ekstrim, dan terang-terang menentang pemerintah penduduk Jepang. Oleh sebab itu pada tahun 1943 gerakan tersebut dipatahkan oleh tentara Jepang melalui "Tragedi Manswam”.

            ( Kumpulan artikel Eksistensi  )

No comments:

Post a Comment