Wednesday, September 28, 2022

EKSISTENSI WOR BIAK (Part 1)

         SIKAP ZENDING TERHADAP WOR BIAK (1855-1930)

Wor sebagai nyanyian adat suku Biak Numfor pernah mengalami masa jaya, Jauh sebelum agama Kristen menjangkau daerah ini. Masa jaya itu dapat dijejaki lewat peninggalan syair wor masa Iampau dalam wujud sastera Monumental yang isinya mengisahkan tentang pengalaman orang - orang Biak yang melakukan pelayaran penjelajahan jauh sampai ke wilayah Indonesia bagian barat. Dalam syair-syair wor kuno Biak disebutkan nama - nama tempat seperti Sup Maraka (Negeri Malaka) Sup Jawa (Negeri Jawa) Sup Rain (Negeri Seram) yang diduga pernah dikunjungi orang-orang Biak dengan perahu penjelajahnya. Keberhasilan pelayaran orang-orang Biak sebagaimana dilukiskan di atas, merupakan salah satu wujud nyata dari peranan wor Biak, baik selaku media ritual religius melalui lagu - lagu permohonan dan penangkal angin (Dow beyor ma bekok wam) maupun melalui lagu - lagu motivator semangat juang di lautan (Erisam dan Wonggei). Masa jaya seni wor Biak mulai nampak kemundurannya sejak agama Kristen masuk ke daerah ini. Dari sejarah Zending diketahui bahwa injil pertama kali didaratkan di Papua (Mansinam - M'nukwari) 5 Februari, l855 oleh kedua rasul Ottow dan Geissler sebagai pekerja pada Zending yang berkebangsaan Jerman. Dalam laporan-laporan tua yang ditutis oleh kedua Zending itu diperoleh kesan, bahwa keduanya sangat antipati terhadap perayaan upacara -upacara ril adat orang Numfor di sekitar teluk Dore pada waktu itu dan nampaknya kedua Zending itu sudah mengenal orang Biak karena dalam salah satu laporan mereka terselip pernyataan yang kurang simpatik terhadap suku bangsa ini. Orang Biak dijuluki: Bajingan kafir yang membuat pesisir utara pulau Papua gaduh dengan lagu perang dan gemuruh tifa serta suara kasar dari syair-Sayair kemenangan". Adapun yang dimaksud dengan syair-syair kemenangan oleh Ottow dan Gessler adalah lagu-lagu "Dow Mamun" yang dinyanyikan orang Biak apa bila mereka mengalahkan musuh dan berhasil menangkap budak.

Caranya adalah dengan mengajak orang-orang Biak mengikuti kebaktian hari minggu lalu mendengar ceritera Alkitab yang dibawakan oleh pendeta dalam bahasa Biak ; dan sesuai proses kreativitas penciptaan seni wor, oleh penyair Biak ceritera tadi secara spontan dikisahkan kembali dalam struktur dan pola musik wor, sehingga ceritera Alkitab lebih cepat meresap dimengerti dan dihayati oleh para penyanyi peserta kebaktian.himpunan karya penyair-penyair Biak diterbitkan oleh Pendeta Agter denan nama “SAMPARI" (Bintang Pagi) yang selanjutnya disebut WOR REFO (Wor Alkitab).

Beberapa Wor versi sampari sampai sekarang masih dilagukan oleh orang-orang Biak pada kesempatan kebaktian hari minggu.

(Kumpulan artikel tentang Eksistensi Wor Byak)

No comments:

Post a Comment