SIKAP ZENDING TERHADAP WOR BIAK (1855-1930)
Wor sebagai nyanyian adat
suku Biak Numfor pernah mengalami masa jaya, Jauh sebelum agama Kristen
menjangkau daerah ini. Masa jaya itu dapat dijejaki lewat peninggalan syair wor
masa Iampau dalam wujud sastera Monumental yang isinya mengisahkan tentang
pengalaman orang - orang Biak yang melakukan pelayaran penjelajahan jauh sampai
ke wilayah Indonesia bagian barat. Dalam syair-syair wor kuno Biak disebutkan
nama - nama tempat seperti Sup Maraka (Negeri Malaka) Sup Jawa (Negeri Jawa)
Sup Rain (Negeri Seram) yang diduga pernah dikunjungi orang-orang Biak dengan
perahu penjelajahnya. Keberhasilan pelayaran orang-orang Biak sebagaimana
dilukiskan di atas, merupakan salah satu wujud nyata dari peranan wor Biak, baik
selaku media ritual religius melalui lagu - lagu permohonan dan penangkal angin
(Dow beyor ma bekok wam) maupun melalui lagu - lagu motivator semangat juang
di lautan (Erisam dan Wonggei). Masa jaya seni wor Biak mulai nampak kemundurannya
sejak agama Kristen masuk ke daerah ini. Dari sejarah Zending diketahui bahwa
injil pertama kali didaratkan di Papua (Mansinam - M'nukwari) 5 Februari,
l855 oleh kedua rasul Ottow dan Geissler sebagai pekerja pada Zending yang
berkebangsaan Jerman. Dalam laporan-laporan tua yang ditutis oleh kedua Zending
itu diperoleh kesan, bahwa keduanya sangat antipati terhadap perayaan upacara -upacara
ril adat orang Numfor di sekitar teluk Dore pada waktu itu dan nampaknya kedua
Zending itu sudah mengenal orang Biak karena dalam salah satu laporan mereka
terselip pernyataan yang kurang simpatik terhadap suku bangsa ini. Orang Biak
dijuluki: Bajingan kafir yang membuat pesisir utara pulau Papua gaduh dengan
lagu perang dan gemuruh tifa serta suara kasar dari syair-Sayair
kemenangan". Adapun yang dimaksud dengan syair-syair kemenangan oleh Ottow
dan Gessler adalah lagu-lagu "Dow Mamun" yang dinyanyikan orang Biak
apa bila mereka mengalahkan musuh dan berhasil menangkap budak.
Caranya
adalah dengan mengajak orang-orang Biak mengikuti kebaktian hari minggu lalu
mendengar ceritera Alkitab yang dibawakan oleh pendeta dalam bahasa Biak ; dan
sesuai proses kreativitas penciptaan seni wor, oleh penyair Biak ceritera tadi
secara spontan dikisahkan kembali dalam struktur dan pola musik wor, sehingga ceritera
Alkitab lebih cepat meresap dimengerti dan dihayati oleh para penyanyi peserta
kebaktian.himpunan karya penyair-penyair Biak diterbitkan oleh Pendeta Agter
denan nama “SAMPARI" (Bintang Pagi) yang selanjutnya disebut WOR REFO (Wor
Alkitab).
Beberapa Wor versi sampari sampai sekarang masih dilagukan oleh orang-orang Biak pada kesempatan kebaktian hari minggu.
(Kumpulan artikel tentang Eksistensi Wor Byak)
No comments:
Post a Comment